Teruskan Jejak Leluhur
Sosok, I
Gusti Ngurah Mangku Puja (82) terbilang sosok yang senior dalam seni
pedalangan. Terlahir dari keturunan pemangku membuatnya familiar dengan dunia
pedalangan. Saat kanak-kanak, Gusti Ngurah Mangku Puja sudah aktif dalam
berbagai kegiatan adat, baik di wilayahnya hingga keliling Bali. Bahkan bersama
robongan Sekaa Gambuh Desa Pakraman Kedisan ia sempat menginjakkan kaki ke
Eropa. Di desanya ia sudah mengenal Pedalangan, tari Bali maupun kepemangkuan semenjak
diajak ayahnya waktu kanak-kanak. Semenjak tergabung dalam Sekaa Gambuh Desa
Pakraman Kedisan 1942 silam, tari Bali mulai menginpirasinya. “Saya mengabdikan
diri hanya sebatas kewajiban dan menjalankan jejak leluhur”, katanya saat
ditemui Paswara beberapa waktu lalu di kediamannya.
Suami dari,
jro Wayan Linggih memiliki 2 putri dan 1 putra, hingga kini masih terus
mengabdikan dirinya diberbagai bidang, khususnya budaya Bali. Usia boleh sepuh
namun semangat tetap muda. Hingga kini kepercayaan masyarakat yang diemban
tidak bisa dilepaskan dari taksu yang dimiliki, Gusti Ngurah Mangku Puja sangat
mahir dalam menari Rangda, hingga banyak desa pakraman disekitarnya memohon
kepadanya agar menarikan tarian sakral ini saat pementasan Calonarang. Kakek
dua orang cucu ini sesungguhnya ingin pensiun dari dunianya, namun mencari
penerus dikalangan keluarga masih susah, dan kepercayaan masyarakat masih
sangat tinggai kepadanya. Sehingga keinginan pensiun hingga kini masih belum
bisa. “ Mungkin tugas dari Hyang Widi mengharuskan saya begini, sehingga di
usia saya yang sudah tua masih dipercaya masyarakat untuk ngayah”, cetusnya.
Kedepan
dirinya berharap apa yang ada dalam dirinya bisa diteruskan kepada generasi
muda, agar pengetahuan yang dimiliki ada penerusnya. Memang banyak generasi
muda yang dibina, baik di tempat tinggalnya di Banjar Kedisan kaja, Desa Kedisan,
Kecamatan Tegallalang maupun kepada warga dan pemuda dari luar desa Namun tari
Bali, Pedalangan, maupun kepemangkuaan merupakan Taksu Hyang Widi, maka pengetahuan itu tidak bisa ditransfer begitu
saja. “Taksu seseorang berbeda, jadi tidak mudah membuat Taksu seseorang harus
bangkit dan bias cepat tumbuh, itu perlu proses panjang”, pungkasnya. (Suar).
I GUSTI NGURAH MANGKU
PUJA
Alamat :
Banjar Kedisan Kaja,
Desa Kedisan,
Kecamatan
Tegallalang,
Kabupaten Gianyar
BIODATA :
1. Nama
Lengkap : I GUSTI
NGURAH MANGKU PUJA
2. Nama
Panggilan : Gusti
Ngurah Mangku
3. Tempat
Tanggal Lahir : Kedisan, 01-07-1937
4. Agama : Hindu
5. Jenis
Kelamin :
Laki-laki
6. Status
Perkawinan : Kawin
7. Nama
Istri : Jro
Wayan Linggih
8. Nama
Anak : 1.
Gusti Ayu Suci
2. Gusti Ayu Sariani
3. I Gusti Ngurah Widiantara,SE
9Pendidikan : SD/Sederajat
1Pekerjaan
Profesi : Pemangku
Dalang
1Alamat :
Br. Kedisan Kaja, Ds. Kedisan, Kec. Tegallalang, Kab. Gianyar
Tahun 2000. Mengikuti festival, La Maison des Cultures du
Monde et le Festival de
l'Imaginaire. di Pranci
Tahun 2001. Pramana Patram Budaya, sebagai pimpinan Sekaa Gambuh Kago Wanagiri, Kedisan, Tegallalang, Gianyar
Pengalaman Berkesenian
Tahun 2001. Pramana Patram Budaya, sebagai pimpinan Sekaa Gambuh Kago Wanagiri, Kedisan, Tegallalang, Gianyar
Pengalaman Berkesenian
Berawal dari adanya warisan
leluhur keluarga secara turun temurun yang mewarisi
sebagai Pemangku Dalang, Usada,
Lontar-lontar, Wayang dan sebagi penari rangda
(pemundut Ida Bhatara) pada
saat pementasan calonarang, serta adanya
dorongan
dari masyarakat,timbulah
keinginan untukmelanjutkan warisan yang Adiluhung ini.
Tahun 1942 : Mulai belajar Dramatari Gambuh dari sekaa yang lebih senior, karena
berkeinginan
adanya regenerasi sekaa Gambuh Kedisan.
adanya regenerasi sekaa Gambuh Kedisan.
Tahun 1943 : Sekaa Gambuh Kedisan mulai ngayah pertama kalinya di Pura Bukit Desa Pekraman
Kedisan, mulai sejak itu pun sekaa gambuh, terus menerus ngayah setiap odalan di
Pura subak yaitu : Pura Apuh/Pemewus di Desa Pakraman Apuh dan Pura Ratu
Kaseh di Desa Pakraman Sebatu, 2 kali pementasan di piodalan dan ngewayon,
ngayah tersebut masih sampai saat ini.
Kedisan, mulai sejak itu pun sekaa gambuh, terus menerus ngayah setiap odalan di
Pura subak yaitu : Pura Apuh/Pemewus di Desa Pakraman Apuh dan Pura Ratu
Kaseh di Desa Pakraman Sebatu, 2 kali pementasan di piodalan dan ngewayon,
ngayah tersebut masih sampai saat ini.
Tahun 1947 : Mulai belajar ngewayang Bedog, Ngerangda yang di ajarkan oleh kakek,
beserta
orang tua. Belajar Tari Topeng secara otodidak.
orang tua. Belajar Tari Topeng secara otodidak.
Tahun 1950 : Mulai ngayah Ngewang Bedog
dan ngayah Nopeng, yang berhubungan langsung
dengan upacara Panca Yadnya. Ngewayang dan Nopeng, tidak hanya ngayah di
lingkungan Desa Pakraman Kedisan saja, tetapi ngayah ngewang Bedog dan Nopeng
sering juga ngayah di luar Desa, luarKecamatan Tegallalang, bahkan di luar kabapaten
Gianyar.
dengan upacara Panca Yadnya. Ngewayang dan Nopeng, tidak hanya ngayah di
lingkungan Desa Pakraman Kedisan saja, tetapi ngayah ngewang Bedog dan Nopeng
sering juga ngayah di luar Desa, luarKecamatan Tegallalang, bahkan di luar kabapaten
Gianyar.
Tahun 1955 : Mulai Ngayah Calonarang, memerankan Matah Gede dan Mundut Ida Bhatara
(rangda). Semenjak itulah pengurus dari desa pakraman lainnya meminta untuk
nyolahan Ida Bhatara (rangda) sungsungannya. nyohalang sesuhunan yang menjadi
sungsungan, yang termasuk di luarKabupaten Gianyar.
(rangda). Semenjak itulah pengurus dari desa pakraman lainnya meminta untuk
nyolahan Ida Bhatara (rangda) sungsungannya. nyohalang sesuhunan yang menjadi
sungsungan, yang termasuk di luarKabupaten Gianyar.
Untuk perdalam tarian
rangda pernah juga berguru ke Puri Singapadu, berjalan
kaki
dari Kedisan, yang diajarkan oleh Ida Cokorda Lingsir.
dari Kedisan, yang diajarkan oleh Ida Cokorda Lingsir.
Tahun 1960 : Gambuh Kedisan sudah mulai diminta untuk ngayah di luar Desa kedisan. manakala
ada Karya Agung di pura-pura, Pelebon, Maligia, dan lain-lainnya.
ada Karya Agung di pura-pura, Pelebon, Maligia, dan lain-lainnya.
Tahun 1970 : Gambuh kedisan mengadakan pementasan seminggu 1 kali setiap hari minggu, di
Ancak Saji Puri Kedisan, untuk dipementasan kepada turis-turis manca negara yang
pada saat itu menginap di hotel hotel yang ada di Ubud.
Tahun 1975: Bergabung dengan rombongan Drama Gong Desa Sebatu, Tegallalang, Gianyar.
Rombongan Drama Gong ini sudah pernah pentas hampir seluruh desa yang ada di
bali.
Tahun 1990 : Membina Topeng dan Calonarang di beberapa banjar, yang bertujuan untuk ngayah
manakala adanya Upacara Yadnya
Francis. Dan juga mengadakan pementasan di Swiss
Tahun 2012 : Ngayah Gambuh di Pura Penataran Ped, Nusa Penida, Klungkung, yang
bertepatan
dengan PKB.
dengan PKB.
Semua kegiatan seni diatas sampai saat ini masing dilakukan, disamping
sebagai pemuput upacara
yadnya.
yadnya.
No comments:
Post a Comment