Sejarah Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang , Kabupaten Gianyar, Bali
Menurut lontar " Arya
Bang Sidemen " koleksi dari Ketut Sudarsana, Banjar Basangtamiang, Kapal,
Mengwi, Badung, tersebut Ida Penataran,
menikahi putra Kyayi Agung Petandakan yang bernama I Gusti Ayu Bringkit,
dari treh Shri Nararya Kepakisan. Ida Penataran juga bergelar I Gusti Kacang
Pawos atau juga I Gusti Kacang Dawa, bergelas I Gusti Kacang Pawos karena
beliau berpuri di Kacang Pawos. Beliau dikaruniai du putra yaitu : I Gusti
Ngurah Dimadè dan adiknya dari lain ibu bernama I Gusti Ngurah Bija. I Gusti
Ngurah Dimadè dititahkan oleh sang ayah untuk berpuri di Sindumerta (Sidemen),
yang tujuanya agar dekat dengan Khayangan Besakih. Mulai saat itu bergelar I Gusti Ngurah Singarsa, yang menurunkan Arya
Wang Bang Sidemen.
Pada candra sangkala : Indra
Sangara Tasiking Bhumi (5441), tahun isaka 1445, tahun masèhi 1523, dikerajaan
Gègèl muncul perselisihan antara raja dan pengabdinya yang tanpa diketahui
latar belakang masalahnya dengan pasti, untuk itu I Gusti Kacang Pawos atau
juga I Gusti Kacang Dawa, meninggakan wilayah menuju kesuatu tempat, dan
akhirnya beliau tiba di Dèsa Aan Klungkung.
Setibanya di Dèsa Aan
Klungkung belau diterima oleh Ki Pasek Katrangan, keturunan dari Pasek Gègèl.
Setelah kurang lebih lima
tahun Beliau I Gusti Kacang Dawa tinggal di Dèsa Aan Klungkung, akhirnya pada
candra sangkala : Windhu Wisaya Warihing Prabu (0541), tahun isaka 1450, tahun
masèhi 1528, beliau I Gusti Kacang Dawa akhirnya berkeinginan untuk
meninggalkan Dèsa Aan, untuk mengiringi kepergian I Gusti Kacang Dawa, maka
putra dari Ki Pasek Gègèl Aan yang bernama Ki Pasek Ktrangan agar mengiringi
beliau menuju suatu wilayah yang lebih nyaman, disamping itu pula diberikan
Gelung Panji sebagai tanda kesetian ( gelung panji tersebut masih tersimpan di
pura pasek kedisan, versi lontar brahmana
purana ).
Tidak dikisahkan perjalanan beliau bersama rombongan akhirnya I Gusti Kacang Dawa, tibalah disuatu tempat yang terasa aman ( yang dalam bahasa bali kuno disebut dengan Jelujuh ) disanalah beliau bersama rombongan membuat tempat tinggal dan membuka lahan perkebunan, dan setelah beberapa lama berada diwilayah yang baru tersebut, akhirnya I Gusti Kacang Dawa bersama dengan Ki Pasek Katrangan, berkeinginan untuk mendirikan sebuah dèsa, dilakukan musyawarah tentang letah dèsa tersebut. Dalam muysyawarah tersebut disepakati untuk membuat dèsa disebelah timur laut dari tempatnya berkebun
Tidak dikisahkan perjalanan beliau bersama rombongan akhirnya I Gusti Kacang Dawa, tibalah disuatu tempat yang terasa aman ( yang dalam bahasa bali kuno disebut dengan Jelujuh ) disanalah beliau bersama rombongan membuat tempat tinggal dan membuka lahan perkebunan, dan setelah beberapa lama berada diwilayah yang baru tersebut, akhirnya I Gusti Kacang Dawa bersama dengan Ki Pasek Katrangan, berkeinginan untuk mendirikan sebuah dèsa, dilakukan musyawarah tentang letah dèsa tersebut. Dalam muysyawarah tersebut disepakati untuk membuat dèsa disebelah timur laut dari tempatnya berkebun
( kebwan/kebon).
Wilayah timur laut tersebut
adalah hutan belantara, yang banyak dihuni oleh burung beranèka species (paksya),
dan paksya dalam bahasa bali lumrah disebut dengan nama kedis, dan mengingat
kedatangan
I Gusti Kacang Dawa dan rombongan dari Dèsa Aan, maka Dèsa atau
wilayah tersebut diberi nama Kedisan. Secara resmi Dèsa Kedisan berdiri pada
Apuy Awtaraning Jaladhi Candra (3641), tahun Isaka 1463, tahun Masèhi 1541.
Dimana penduduknya bukan orang
Bali Mula, melainkan penduduk Aga dari Gunung Raung Jawa Timur menjadi iringan
Rsi Markandya sekitar 800 orang ( lontar markandya purana).
Pada saat ini Kedisan merupan
pusat pemerintahan Dèsa, yang terdiri dar 7 Banjar Dinas yaitu :
1. Banjar
Dinas Kedisan Kaja
2. Banjar
Dinas Kedisan Kelod
3. Banjar
Dinas Pakudui
4. Banjar
Dinas Kebon
5. Banjar
Dinas Tangkup
6. Banjar
Dinas Cebok
7. Banjar
Dinas Bayad
Demikian sekilas sejarah Dèsa
Kedisan.
No comments:
Post a Comment