om swastyastu

Wednesday 3 October 2012

Fungsi Hiburan Gambuh Kedisan


Seni pertunjukan klasik yang ada di Bali keberadaannya perlu mendapatkan sebuah perhatian yang lebih. Terlebih seni pertunjukan yang kental dengan aturan-aturan yang mengikat dalam sebuah bentuk tarian maupun pertunjukannya, misalkan saja pertunjukan Gambuh. Kesenian yang merupakan sumber tari dan gamelan Bali ini jaman sekarang kurang diminati oleh generasi muda. Mereka cenderung menyukai kesenian yang lebih menunjukan humoris dari pada pakem-pakem  tarian. Sehingga pertunjukan jaman sekarang lebih banyak didominasi oleh penari bondres (lawak) untuk menarik perhatian penonton, di mana dapat mengulas realita kehidupan pada jaman sekarang, serta lelucon yang bisa menarik tawa penonton. Melihat pertunjukan Gambuh Kedisan, hal tersebut sangat sulit untuk diwujudkan karena tidak adanya peran parekan yang dapat memberikan nuansa humor pada sela-sela adegan. Kesenian Gambuh Kedisan, kehidupannya sekarang tidak mungkin difungsikan sebagai  tontonan. Karena di lihat dari segi penari kebanyakan sudah berumur tua, dan Gambuh tersebut dalam pertunjukannya masih menggunakan bentuk-bentuk pertunjukan yang klasik tanpa diselingi dengan suasana humoris, yang mengakibatkan pertunjukan ini kurang diminati oleh penonton. Masyarakat umum kini menyukai seni pertunjukan yang lebih menonjolkan sisi humornya ketimbang bentuk-bentuk pertunjukan yang klasik. Meskipun secara kontekstual Gambuh ini tidak difungsikan untuk balih-balihan pada upacara, akan tetapi ketika melakukan pertunjukan dalam kontek bebali secara tidak langsung juga berfungsi sebagai Bali-balihan. 

Fungsi Balih-balihan 
Secara khusus dalam konteks upacara yadnya kesenian Gambuh Kedisan tidak difungsikan untuk hiburan, yang semata-mata memberikan kesenangan/hiburan terhadap masyarakat. Akan tetapi difungsikan dan dimaknai sebagai pelengkap (bebali) di setiap tahapan-tahapan upacara. Ketika kesenian Gambuh Kedisan pentas di setiap tahapan upacara, secara tidak langsung pementasan Gambuh tersebut menjadi tontonan atau hiburan terhadap masyarakat yang berada di lingkungan upacara atau pementasan tersebut. Pertunjukkan tersebut menjadi hiburan tersendiri terhadap para pelakunya, baik pemain gamelan maupun penari Gambuh yang melakukan pertunjukan. Jadi secara tidak langsung kesenian Gambuh ini berfungsi sebagai hiburan ketika melakukan pertunjukan dalam konteks upacara. Gambuh Kedisan difungsikan untuk hiburan hanya dalam konteks pariwisata. Sebagai hiburan para wisatawan yang ingin menyaksikan pertunjukan Gambuh Kedisan. 
Fungsi Priwisata 
Pariwisata merupakan sebuah industri yang sangat berkembang khususnya di Bali. Perkembangan pariwisata di Bali sangat banyak memberikan perkembangan terhadap perekonomian masyarakat Bali. Banyak masyarakat yang memanfaatkan pariwasata sebagai peluang kerja, baik kerjaan utama maupun sampingan. Hal tersebut dapat memberikan penghasilan yang cukup menjanjikan dalam persefektif dan material ekonomi, seperti membuat art shop untuk sufenir dan pernak-pernik yang mencirikan pulau Bali. Di samping 
itu pariwisata dapat memberikan kontribusi yang kuat terhadap perekonomian masyarakat Bali, juga dapat mengancam sebuah sisi kebudayaan tradisi masyarakat Bali. Sejalan dengan perkembangan pariwisata, juga akan berpengaruh pada masyarakat Bali tentang pola hidup modern, yang sedikit demi sedikit mengikis kebudayaan yang merupakan identitas dari pulau Bali. Mengutip pendapatnya Koentjaraningrat ketika diskusi kebangkitan nasional tahun Wisatawan secara tidak langsung memberikan pengaruh modern terhadap budaya dan seni pertunjukan Bali, juga di lain hal dapat memberikan perkembangan terhadap kehidupan 
seni pertunjukan. Sisi merugikan dari pariwisata di Bali sejauh ini masih bisa dikecilkan. Pariwisata tidak harus merugikan perkembangan seni pertunjukan dan kesenian tradisional pada umumnya. Dengan pengolahan yang baik dan terarah pariwisata dapat menguntungkan kesenian tradisional di samping melancarkan usaha sendiri… Seni dan budaya dapat mengambil peran yang cukup positif dalam perkembangan pariwisata di Bali. Sebut saja seni pertunjukan Bali mampu meraih peluang dalam perkembangan pariwisata, dengan jalan mengemas sebuah seni pertunjukan baik yang sifatnya klasik maupun modern, dan difungsikan untuk sajian hiburan bagi wisatawan. Gambuh Kedisan sempat melakukan pertunjukan untuk para wisatawan pada tahun 1983. Menurut I Gusti Ngurah Puja dan anaknya I Gusti Ngurah Widiantara kesenian Gambuh yang terdapat di Desa Kedisan dipertunjukkan satu sampai dua kali dalam satu minggu, sesuai dengan wisatawan yang ingin menonton pertunjukan Gambuh. Pementasan tersebut mengambil tempat di ancak saji Puri Kedisan. Ketika itu perogram pementasan Gambuh untuk wisatawan ini diprakarsai oleh I Ngusti Ngurah Berata. I Gusti Ngurah Widiantara mengatakan pertunjukan Gambuh untuk wisatawan tidak dipentaskan dengan bentuk yang utuh, dalam artian pertunjukan tersebut dikemas dengan durasi waktu yang lebih pendek dari pertunjukan pada umumnya. Bagian yang disingkat dari 
pertunjukan Gambuh tersebut seperti paileh tari, cerita, dialog pada bagian-bagian tertentu dari cerita yang dibawakan. Pemotongan tersebut dilakukan untuk menghindari durasi yang panjang dalam pertunjukan yang mengakibatkan kejenuhan terhadap wisatawan. Pertunjukan Gambuh dalam konteks pariwisata hanya sempat mengambil tempat di Puri Kedisan, dan tidak pernah mengambil tempat di tempat lain. Hanya beberapa tahun Gambuh ini bisa menyajikan pertunjukan untuk wisatawan. Kini pertunjukan Gambuh untuk 
wisatawan sangat jarang dilakukannya, bahkan hampir tidak pernah terkecuali ada wisatawan yang ingin menontonya. Hal tersebut karena kurangnya seponsor yang mau mempromosikan kesenian ini, serta Desa Kedisan yang terletak di Kecamatan Tegallalang cukup jauh dari jantung periwisata yang mengakibatakan sedikitnya minat wisatawan untuk datang menonton. Menurut I Gusti Ngurah Widiantara meskipun Gambuh Kedisan difungsikan sebagai seni wisata komitmen utama sekaa tetap dipertahankan. Tujuan utama adalah sebagai jalan ngaturan ayah (ngayah) pada pelaksanaan upacara yadnya. Meskipun dalam sebuah pementasan Gambuh mendapatkan sebuah sesari, tetapi hal tersebut bukan dijadikan patokan sebagai penghasilan bagi anggota sekaa Gambuh. Sekaa Gambuh Kedisan membedakan pementasan dalam konteks ngayah dan pariwisata. Dalam pementasan Gambuh pada konteks ngayah atau upacara yadnya, anggota sekaa tidak menentukan jumlah nominal sesari (honor) yang diberikan. Hal tersebut disesuaikan dengan berapa keikhlasan masyarakat untuk memberikannya. Terkecuali dalam konteks pariwisata kesenian ini diberikan honor sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Meskipun sempat difungsikan sebagai seni wisata, anggota sekaa Gambuh tidak menjadikan pertunjukan tersebut sebagai tumpuan ekonomi kehidupannya. Meskipun sedikit membantu, tetapi masih menjadikan pertunjukan tersebut sebagai penghasilan sampingan. 

oleh : I Gusti Ngurah Widiantara. SE

No comments:

Post a Comment