BAGIAN DARI RINGKASAN KITAB ASTA DASA PARWA
YANG KEDUA ( II ) ADALAH :
Sabhaparwa

Sabhaparwa adalah buku
kedua Mahabharata. Buku ini menceritakan
alasan mengapa sang Pandawa Lima ketika
diasingkan dan harus masuk ke hutan serta tinggal di sana selama 12 tahun dan
menyamar selama 1 tahun. Di dalam buku ini diceritakan bagaimana mereka berjudi
dan kalah dari Duryodana.
Ringkasan isi Kitab
Sabhaparwa
Niat licik Duryodana dan Sangkuni
Semenjak pulang dari Indraprastha, Duryodana sering
termenung memikirkan usaha untuk mendapatkan kemegahan dan kemewahan yang ada
di Indraprastha. Ia ingin sekali mendapatkan harta dan istana milik Pandawa. Namun
ia bingung bagaimana cara mendapatkannya. Terlintas dalam benak Duryodana untuk
menggempur Pandawa, namun dicegah
oleh Sangkuni.
Sangkuni berkata, "Aku
tahu Yudistira suka bermain dadu, namun
ia tidak tahu cara bermain dadu dengan akal-akalan. Sementara aku adalah
rajanya main dadu dengan akal-akalan. Untuk itu, undanglah dia, ajaklah main
dadu. Nantinya, akulah yang bermain dadu atas nama anda. Dengan kelicikanku, tentu
dia akan kalah bermain dadu denganku. Dengan demikian, anda akan dapat memiliki
apa yang anda impikan".
Duryodana tersenyum lega
mendengar saran pamannya. Bersama Sangkuni,
mereka mengajukan niat tersebut kepada Dretarastra untuk
mengundang Pandawa main dadu. Duryodana juga
menceritakan sikapnya yang iri dengan kemewahan Pandawa. Dretarastra ingin
mempertimbangkan niat puteranya tersebut kepada Widura, namun
karena mendapat hasutan dari Duryodana dan Sangkuni, maka Dretarastra
menyetujuinya tanpa pertimbangan Widura.
Dretarastra menyiapkan arena
judi di Hastinapura, dan setelah selesai ia
mengutus Widura untuk
mengundang Pandawa bermain dadu di
Hastinapura. Yudistira sebagai kakak para
Pandawa, menyanggupi undangan tersebut. dengan disertai para saudaranya beserta
istri dan pengawal, Yudistira berangkat menuju Hastinapura. Sesampainya di
Hastinapura, rombongan mereka disambut dengan ramah oleh Duryodana.
Mereka beristirahat di sana selama satu hari, kemudian menuju ke arena
perjudian.
Yudistira berkata,
"Kakanda Prabu, berjudi sebetulanya tidak baik. Bahkan menurut para orang
bijak, berjudi sebaiknya dihindari karena sering terjadi tipu-menipu sesama
lawan". Setelah mendengar perkataan Yudistira, Sangkuni menjawab,
"Maaf paduka Prabu. Saya kira jika anda berjudi dengan Duryodana tidak
ada jeleknya, sebab kalian masih bersaudara. Apabila paduka yang menang, maka
kekayaan Duryodana tidaklah hilang sia-sia. Begitu pula jika Duryodana menang,
maka kekayaan paduka tidaklah hilang sia-sia karena masih berada di tangan
saudara. Untuk itu, apa jeleknya jika rencana ini kita jalankan?"
Yudistira yang senang main dadu akhirnya terkena
rayuan Sangkuni. Maka permainan dadu pun dimulai. Yudistira heran kepada
Duryodana yang diwakilkan oleh Sangkuni, sebab dalam berjudi tidak lazim kalau
diwakilkan. Sangkuni yang berlidah tajam, sekali lagi merayu Yudistira.
Yudistira pun termakan rayuan Sangkuni.
Mula-mula Yudistira mempertaruhkan harta, namun ia
kalah. Kemudian ia mempertaruhkan harta lagi, namun sekali lagi gagal. Begitu
seterusnya sampai hartanya habis dipakai sebagai taruhan. Setelah hartanya
habis dipakai taruhan, Yudistira mempertaruhkan prajuritnya, namun lagi-lagi ia
gagal. Kemudian ia mempertaruhkan kerajaannya, namun ia kalah lagi sehingga
kerajaannya lenyap ditelan dadu. Setelah tidak memiliki apa-apa lagi untuk
dipertaruhkan, Yudistira mempertaruhkan adik-adiknya. Sangkuni kaget, namun ia
juga sebenarnya senang. Berturut-turut Sahadewa, Nakula, Arjuna,
dan Bima dipertaruhkan,
namun mereka semua akhirnya menjadi milik Duryodana karena Yudistira kalah main
dadu.
Harta, istana, kerajaan, prajurit, dan saudara Yudistira akhirnya
menjadi milik Duryodana. Yudistira yang tidak memiliki apa-apa lagi, nekat
mempertaruhkan dirinya sendiri. Sekali lagi ia kalah sehingga dirinya harus
menjadi milik Duryodana. Sangkuni yang
berlidah tajam membujuk Yudistira untuk mempertaruhkan Dropadi.
Karena termakan rayuan Sangkuni, Yudistira mempertaruhkan istrinya, yaitu Dewi
Dropadi. Banyak yang tidak setuju dengan tindakan Yudistira, namun mereka semua
membisu karena hak ada pada Yudistira.
Duryodana mengutus Widura untuk
menjemput Dropadi, namun Widura menolak
tindakan Duryodana yang licik tersebut. karena Widura menolak, Duryodana
mengutus para pengawalnya untuk menjemput Dropadi. Namun setelah para
pengawalnya tiba di tempat peristirahatan Dropadi, Dropadi menolak untuk datang
ke arena judi. Setelah gagal,Duryodana menyuruh Dursasana,
adiknya, untuk menjemput Dropadi. Dropadi yang menolak untuk datang, diseret
oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Dropadi menangis dan
menjerit-jerit karena rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan
para iparnya berkumpul.
Dengan menangis terisak-isak, Dropadi berkata,
"Sungguh saya tidak mengira kalau di Hastina kini
telah kehilangan banyak orang bijak. Buktinya, di antara sekian banyak orang,
tidak ada seorang pun yang melarang tindakan Dursasana yang asusila tersebut,
ataukah, memang semua orang di Hastina kini telah seperti Dursasana?",
ujar Dropadi kepada semua orang yang hadir di balairung. Para orangtua yang
mendengar perkataan Dropadi tersebut tersayat hatinya, karena tersinggung dan
malu.
Wikarna, salah
satu Korawa yang
masih memiliki belas kasihan kepada Dropadi, berkata, "Tuan-Tuan sekalian
yang saya hormati! Karena di antara Tuan-Tuan tidak ada yang menanggapi
peristiwa ini, maka perkenankanlah saya mengutarakan isi hati saya. Pertama,
saya tahu bahwa Prabu Yudistira kalah bermain dadu karena terkena tipu muslihat
paman Sangkuni! Kedua, karena Prabu Yudistira kalah memperteruhkan Dewi
Dropadi, maka ia telah kehilangan kebebasannya. Maka dari itu, taruhan Sang
Prabu yang berupa Dewi Dropadi tidak sah!"
Para hadirin yang mendengar perkataan Wikarna merasa
lega hatinya. Namun, Karna tidak setuju dengan
Wikarna. Karna berkata,
"Hei Wikarna! Sungguh keterlaluan kau ini. Di ruangan ini banyak
orang-orang yang lebih tua daripada kau! Baliau semuanya tentu tidak lebih
bodoh daripada kau! Jika memang tidak sah, tentu mereka melarang. Mengapa kau
berani memberi pelajaran kepada beliau semua? Lagipula, mungkin memang
nasib Dropadi seperti
ini karena kutukan Dewa. cobalah bayangkan,
pernahkah kau melihat wanita bersuami sampai lima orang?"
Mendengar perkataan Karna, Wikarna diam dan membisu.
Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya
beserta istrinya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun hanya Dropadi yang
menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi.
Dropadi berdo'a kepada para Dewa agar dirinya diselamatkan. Sri Kresna mendengar
do'a Dropadi. Secepatnya ia menolong Dropadi secara gaib. Sri Kresna mengulur
kain yang dikenakan Dropadi, sementara Dursasana yang
tidak mengetahuinya menarik kain yang dikenakan Dropadi. Hal tersebut
menyebabkan usaha Dursasana menelanjangi Dropadi tidak berhasil. Pertolongan
Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna
pada saat upacara Rajasuya di Indraprastha.
Pandawa dibuang ke tengah hutan
Melihat perbuatan Dursasana yang
asusila, Bima bersumpah
kelak dalam Bharatayuddha ia akan merobek
dada Dursasana dan meminum darahnya. Setelah bersumpah, terdengarlah
lolongan anjing dan serigala, tanda
bahwa malapetaka akan terjadi. Dretarastra mengetahui
firasat buruk yang akan menimpa keturunannya, maka ia segera mengambil
kebijaksanaan. Ia memanggil Pandawa beserta Dropadi.
Dretarastra berkata, "O
Yudistira, engkau tidak bersalah. Karena itu, segala sesuatu yang menjadi
milikmu, kini kukembalikan lagi kepadamu. Ma’afkanlah saudara-saudaramu yang telah
berkelakuan gegabah. Sekarang, pulanglah ke Indraprastha".
Setelah mendapat pengampunan dari Dretarastra,
Pandawa beserta istrinya mohon diri. Duryodana kecewa,
ia menyalahkan perbuatan ayahnya yang mengembalikan harta Yudistira.
Dengan berbagai dalih, Duryodana menghasut ayahnya. Karena Dretarastra berhati
lemah, maka dengan mudah sekali ia dihasut, maka sekali lagi ia mengizinkan
rencana jahat anaknya. Duryodana menyuruh
utusan agar memanggil kembali Pandawa ke istana untuk bermain dadu. Kali ini,
taruhannya adalah siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12
tahun, dan setelah masa pengasingan berakhir (yaitu pada tahun ke-13), yang
kalah harus menyamar selama 1 tahun. Pada tahun yang ke-14, barulah boleh
kembali ke istana.
Sebagai kaum ksatria, Pandawa tidak
menolak undangan Duryodana untuk yang kedua
kalinya tersebut. Sekali lagi, Pandawa kalah. Sesuai dengan perjanjian yang
sah, maka Pandawa beserta istrinya mengasingkan diri ke hutan, hidup dalam masa
pembuangan selama 12 tahun. Setelah itu menyamar selama satu tahun. Setelah
masa penyamaran, maka para Pandawa kembali lagi ke istana untuk memperoleh
kerajaannya.
No comments:
Post a Comment